Jumat, 18 September 2015

Kita (mungkin) Belum Benar-Benar Putus

Mungkin, dulu aku tak benar-benar mencintaimu, ketika jantungmu berdetak lebih cepat saat bertemu denganku, aku tak merasakan jantungku berdetak dengan hebat ketika bersamamu. Perkenalan kita begitu singkat, pertemuan kita cukup beberapa saat, lalu kaukatakan cinta, lalu ka tunjukkan rasa, lalu kaubahagia dengan cinta "instan" yang kita lalui berdua. Ya, aku bahagia, tapi tidak benar-benar bahagia, karena (mungkin) aku tak merasakan perasaan yang sama denganmu, karena (mungkin) aku asal menjawab saja ketika ka memintaku menjadi saru-satunya dalam hidupmu.
Aku tak pernah mempedulikanmu! Aku tak pernah mau tahu kabarmu! Aku hanya bertingkah seolah-olah kaukekasihku, karena masih ada labirin-labirin kosong dihatiku, yang tak mampu terisi olehmu. Ya, kita bertingkah layaknya pasangan kekasih yang sangat bahagia, tapi apa yang kurasakan? Genggaman tanganmu, kosong! Pelukanmu, semu! Tutur katamu, tak penting bagiku! Senyummu, tak mampu membuat jantungku menderu menggebu! Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan pria-pria itu! Bermesraan dengan mereka tanpa kautahu apa yang kulakukan dibelakangmu. Sebenarnya, apa yang salah denganku? Sebenarnya, ini salahku atau salahmu?
Awalnya, semua berjalan biasa saja, tapi aku mulai risih dengan tingkah bodoh dan keanehanmu! Aku tak tahan dengan semua hal bodoh yang kauperlihatkan padaku. Aku tak suka caramu mengatakan cinta dengan hal setolol itu! Kenapa kaselalu membuatku marah? Kenapa kautak pernah berusaha menumbuhkan cinta dalam hatiku? Kenapa aku tak bisa mencintaimu walaupun kutahu kautelah berkorban banyak untukku?
Tapi, Tuhan memang adil, Tuhan berikanku rasa sakit untuk menyadarkanku dari kesalahanku. Kata putus yang kulontarkan dengan begitu mudahnya, tanpa tangis tapi penuh tawa ternyata tak selamanya menjadi tawa bagiku. Selang beberapa hari memang semua berjalan normal, tapi aku merasa ada mozaik yang hilang dalam hidupku; kamu yang kutinggalkan dengan sengaja dan dengan kejamnya. Pesan singkatmu, tawa renyahmu, senyummu, kata-kata cintamu, tak ada ada lagi hal-hal manis yang dulu kuanggap seperti sampah itu. Tak ada lagi kamu yang mengisi hari-hariku dengan lelucon bodoh dan tampang tolol itu. Tak ada lagi kamu yang diam-diam mencium pipiku ketika aku sibuk dengan handphone dan laptopku. Aku merasa sendirian. Aku benar-benar merasa kehilangan. Kini, aku semakin percaya bahwa kita baru benar-benar mencintai seseorang ketika kita kehilangan sosoknya, dan hal itu kini terjadi padaku.
Memang, setelah berpisah denganmu, aku dengan begitu mudahnya mendapat seseorang lagi yang berusaha mengisi hari-hariku, tapi dia tak sebodoh kamu, dia tak setolol kamu, dia tak mampu menggantikan kamu. Dia hanya berhasil mengganti statusku yang single menjadi in relationship, dia tak benar-benar mampu menggantikan kamu yang (tanpa kusadari) telah mengisi hatiku. Aku semakin mengerti bahwa tak ada seorangpun yang mampu menggantikan sosokmu.
Meskipun kini aku telah bersamanya, dan kaujuga telah menemukan seseorang yang baru, tapi perasaanku tak berubah sedikitpun. Aku justru sangat mencintaimu ketika kini kautelah bersamanya. Saat melihat kaudengan dia, ada rasa sakit yang menikamku dalam-dalam, ada kenangan yang diam-diam mendesakku kembali ke masa lalu, sambil berkata dalam hati: "Dulu aku pernah menggenggam tanganmu, tapi sekarang dia yang mampu melakukan itu, kekasih barumu."
Hanya itu yang bisa kulakukan, MENYESAL! Membiarkanmu mencintaiku tanpa mempedulikan perasaanmu, membiarkanmu memberi kejutan tanpa pernah memerhatikan usaha kerasmu, aku sadar bahwa ternyata dulu kamu benar-benar mencintaiku. Cuma itu yang bisa kulakukan, menangis diam-diam ketika kulihat barang-barang pemberianmu masih kusimpan dengan rapi. Kita memang telah berpisah, tapi perasaanku belum bisa lepas darimu. Kita memang telah putus, tapi kenanganku tentangmu belum benar-benar putus.
Aku takut kehilangan seseorang yang tak lagi kumiliki... kamu.

0 komentar:

Posting Komentar