Mungkin, dulu aku tak benar-benar mencintaimu, ketika jantungmu berdetak
lebih cepat saat bertemu denganku, aku tak merasakan jantungku berdetak
dengan hebat ketika bersamamu. Perkenalan kita begitu singkat,
pertemuan kita cukup beberapa saat, lalu kaukatakan cinta, lalu ka
tunjukkan rasa, lalu kaubahagia dengan cinta "instan" yang kita lalui
berdua. Ya, aku bahagia, tapi tidak benar-benar bahagia, karena
(mungkin) aku tak merasakan perasaan yang sama denganmu, karena
(mungkin) aku asal menjawab saja ketika ka memintaku menjadi
saru-satunya dalam hidupmu.
Aku tak pernah mempedulikanmu! Aku tak pernah mau tahu kabarmu! Aku
hanya bertingkah seolah-olah kaukekasihku, karena masih ada
labirin-labirin kosong dihatiku, yang tak mampu terisi olehmu. Ya, kita
bertingkah layaknya pasangan kekasih yang sangat bahagia, tapi apa yang
kurasakan? Genggaman tanganmu, kosong! Pelukanmu, semu! Tutur katamu,
tak penting bagiku! Senyummu, tak mampu membuat jantungku menderu
menggebu! Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan pria-pria itu!
Bermesraan dengan mereka tanpa kautahu apa yang kulakukan dibelakangmu.
Sebenarnya, apa yang salah denganku? Sebenarnya, ini salahku atau
salahmu?
Awalnya, semua berjalan biasa saja, tapi aku mulai risih dengan tingkah
bodoh dan keanehanmu! Aku tak tahan dengan semua hal bodoh yang
kauperlihatkan padaku. Aku tak suka caramu mengatakan cinta dengan hal
setolol itu! Kenapa kaselalu membuatku marah? Kenapa kautak pernah
berusaha menumbuhkan cinta dalam hatiku? Kenapa aku tak bisa mencintaimu
walaupun kutahu kautelah berkorban banyak untukku?
Tapi, Tuhan memang adil, Tuhan berikanku rasa sakit untuk menyadarkanku
dari kesalahanku. Kata putus yang kulontarkan dengan begitu mudahnya,
tanpa tangis tapi penuh tawa ternyata tak selamanya menjadi tawa bagiku.
Selang beberapa hari memang semua berjalan normal, tapi aku merasa ada
mozaik yang hilang dalam hidupku; kamu yang kutinggalkan dengan sengaja
dan dengan kejamnya. Pesan singkatmu, tawa renyahmu, senyummu, kata-kata
cintamu, tak ada ada lagi hal-hal manis yang dulu kuanggap seperti
sampah itu. Tak ada lagi kamu yang mengisi hari-hariku dengan lelucon
bodoh dan tampang tolol itu. Tak ada lagi kamu yang diam-diam mencium
pipiku ketika aku sibuk dengan handphone dan laptopku. Aku merasa
sendirian. Aku benar-benar merasa kehilangan. Kini, aku semakin percaya
bahwa kita baru benar-benar mencintai seseorang ketika kita kehilangan
sosoknya, dan hal itu kini terjadi padaku.
Memang, setelah berpisah denganmu, aku dengan begitu mudahnya mendapat
seseorang lagi yang berusaha mengisi hari-hariku, tapi dia tak sebodoh
kamu, dia tak setolol kamu, dia tak mampu menggantikan kamu. Dia hanya
berhasil mengganti statusku yang single menjadi in relationship,
dia tak benar-benar mampu menggantikan kamu yang (tanpa kusadari) telah
mengisi hatiku. Aku semakin mengerti bahwa tak ada seorangpun yang mampu
menggantikan sosokmu.
Meskipun kini aku telah bersamanya, dan kaujuga telah menemukan
seseorang yang baru, tapi perasaanku tak berubah sedikitpun. Aku justru
sangat mencintaimu ketika kini kautelah bersamanya. Saat melihat
kaudengan dia, ada rasa sakit yang menikamku dalam-dalam, ada kenangan
yang diam-diam mendesakku kembali ke masa lalu, sambil berkata dalam
hati: "Dulu aku pernah menggenggam tanganmu, tapi sekarang dia yang
mampu melakukan itu, kekasih barumu."
Hanya itu yang bisa kulakukan, MENYESAL! Membiarkanmu mencintaiku tanpa
mempedulikan perasaanmu, membiarkanmu memberi kejutan tanpa pernah
memerhatikan usaha kerasmu, aku sadar bahwa ternyata dulu kamu
benar-benar mencintaiku. Cuma itu yang bisa kulakukan, menangis
diam-diam ketika kulihat barang-barang pemberianmu masih kusimpan dengan
rapi. Kita memang telah berpisah, tapi perasaanku belum bisa lepas
darimu. Kita memang telah putus, tapi kenanganku tentangmu belum
benar-benar putus.
Aku takut kehilangan seseorang yang tak lagi kumiliki... kamu.
0 komentar:
Posting Komentar